BELUM MEMILIKI SERTIFIKAT TANAH & MENEKAN JUMLAH INPUT SISWA BARU
Ramai dan sesak. Suasana itulah yang terlihat ketika acara perpisahan dan kenaikan kelas berlangsung, Kamis (10/6). Di dua ruang kelas yang disulap sebagai aula SD Negeri 3 Dauhwaru, gema irama tabuh yang khas dari salah satu tarian Bali dalam pembukaan acara itu memukau para penontonnya. Hal itu terbaca dari antusiasme mereka yang terdiri dari segala usia. Mata mereka dibidikkan ke arah para penari cilik yang gemulai meliukkan tubuh seirama tabuh Tari Puspanjali di atas panggung.
Itulah salah satu ritual tahunan yang selalu diselenggarakan keluarga besar SD Negeri 3 Dauhwaru. Beragam seni budaya, baik seni tari tradisional maupun modern serta apresiasi karya sastra seperti pembacaan puisi dan lain sebagainya, tak pernah luput mewarnai geliat pendidikan yang masih bernafas hingga kini. Hanya saja, dalam momen seperti inilah baru dapat disimpulkan seberapa besar antusias dan sumbangsih masyarakat sekitar.
“Penyelenggaraan acara perpisahan dan kenaikan kelas ini berjalan atas dukungan orang tua siswa di sini. Mulai dari perlengkapan hingga hiburan yang ditampilkan, sebagian besar disokong orang tua siswa. Baik dari pembiayaan perlengkapan kostum penari hingga tenaga, rela terkuras demi penciptaan sebuah tari kreasi untuk dipentaskan dalam acara ini. Disinilah letak harmonisasi relasi antara pihak sekolah dan para orang tua siswa,” tutur I Wayan Sukayasa, S.Pd., kepala SD Negeri 3 Dauh Waru yang kelima membuka percakapannya dengan Bali Bicara seiring berlangsungnya acara.
Kendati gamelan tabuh penari melantun dari sebuah kaset dengan volume cukup keras menghalau perbincangan kami, namun hal itu tak menyurutkan antusias kepala sekolah untuk bertutur lebih lanjut tentang sekolah yang dipimpinnya. Meski terdengar serupa bisikan.
Sempit tapi memadai
Dalam beberapa kesempatan berkunjung ke SD Negeri 3 Dauhwaru, sekolah itu kini terkesan sempit. Ini disebabkan penambahan satu unit gedung di sisi selatan. Meski demikian, penataan ruang demi ruang sekolah terlihat teratur dengan mengedepankan etika dan estetika lingkungan.
Sejak awal, sekolah yang awalnya bernama SD Negeri 4 Jembrana dan berdiri sejak 1 Agustus 1964 ini belum memiliki sertifikat tanah. Menurut Sukayasa, lahan yang dimanfaatkan sebagai gedung sekolah itu tidak ada yang memiliki. Itu berarti, lahan seluas 15 are ini adalah tanah bebas. “Saya sudah konfirmasikan pada pihak yang membidangi sertifikat tanah. Namun sampai sekarang belum ada respon. Tentu ini tetap saya usahakan,” pungkas kepala sekolah yang menjabat belum lama ini.
Kendati medan sekolah tergolong standar seperti sekolah dasar pada umumnya, namun dalam hal kelengkapan ruangan sekolah ini tidaklah termasuk dalam kategori kurang lengkap. Boleh dikata ruangan sekolah ini cukup memadai. Ini dapat dibuktikan dengan adanya kantor kepala sekolah, ruang guru, enam ruang kelas, perpustakaan, toilet, dapur, ruang UKS, dan ruang multimedia. Dibandingkan sekolah dasar lainnya, menurut Sukayasa, SD Negeri 3 Dauhwaru merupakan sekolah dasar pertama yang dilengkapi ruang UKS di Jembrana. Begitu pula dengan ruang multimedia yang belum dimiliki sebagian besar sekolah dasar di Jembrana.
Atas dedikasi Sukayasa, sekolah ini memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Pada 2006, sekolah mendapatkan bantuan dari Komisi 10 DPR RI senilai puluhan juta rupiah yang difungsikan sesuai peruntukannya. Kemudian pada 2007, sekolah tersebut juga mendapat dana bantuan untuk peningkatan mutu yang berasal dari APBN Perubahan. Dengan aliran dana itu peningkatan mutu semakin dikukuhkan. Alhasil, SD Negeri 3 Dauhwaru sempat dipercaya mewakili Kabupaten Jembrana dalam kategori sekolah maju pada tahun 2007/2008. Bahkan, sekolah ini pun meraih gelar terbaik se Provinsi Bali dari segi pemeliharan bangunan sekolah (design bangunan sekolah).
Tak hanya prestasi itu saja, pihak sekolah juga berhasil membesut para siswanya untuk mengharumkan nama sekolah. Prestasi yang berhasil dibukukan pada tahun ajaran 2009/2010 ini antara lain sebagai juara pertama dalam lomba olimpiade IPA tingkat kabupaten, juara pertama juga dalam Olimpiade Matematika, serta juara pertama dalam lomba siswa teladan tingkat Kabupaten Jembrana.
Di sisi lain, dalam sambutannya, Sukayasa menginformasikan bahwa untuk tahun ajaran 2010/2011, SD Negeri 3 Dauhwaru hanya menerima siswa baru untuk kelas satu sebanyak 34 siswa atau cukup hanya satu kelas saja. Kondisi ini berbeda dengan tahun ajaran sebelumnya dimana sekolah tersebut mampu menerima 66 orang siswa atau sebanyak dua kelas. Kebijakan tersebut merupakan antisipasi berkurangnya jumlah guru kelas.
“Karena tahun ini salah satu guru kelas diangkat jadi kepala sekolah di sekolah lain, kami terpaksa mengurangi jumlah siswa baru pada tahun ajaran baru 2010/2011. Jadi sekarang hanya tinggal lima guru kelas berstatus PNS, tiga guru bidang, seorang kepala sekolah, ditambah satu pegawai TU,” terangnya.
Di tahun ajaran 2009/2010, 4 persen dari 189 siswa SD Negeri 3 Dauhwaru tidak naik kelas. Persentase tersebut menunjukkan terjadi penurunan angka tidak naik kelas sebesar 1 persen dari tahun ajaran sebelumnya. Hal itu tak sebanding dengan tingkat kelulusan siswa kelas VI tahun ini yang telah mencapai target 100 persen.
“Sekitar 14 siswa kelas VI telah lolos dalam penerimaan peserta didik baru di salah satu sekolah menengah pertama terfavorit di Jembrana. Sementara siswa lainnya, menyebar ke beberapa sekolah negeri lain di Jembrana,” tukas Sukayasa.
Sementara di panggung, para penari usai sudah menghaturkan persembahannya. Riuh rendah suara dan aksi para penonton pun perlahan mereda. Senyap. Ruangan pun tampak lenggang. Usai sudah perayaan yang mereka lakukan, sebagai luapan kegembiraan atas pencapaian demi pencapaian yang diraih.yuli astari/balibicara