Jumat, 27 April 2012

SLB NEGERI JEMBRANA – JEMBRANA

Mencetak Lulusan Mandiri di Tengah Masyarakat

Kepala Sekolah I Gde Wisnaya, S.Pd.
Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Jembrana merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang menampung anak berkebutuhan khusus atau anak dengan karakteristik khusus yang tidak memiliki kemampuan mental, emosi, dan fisik yang baik seperti anak pada umumnya. Di SLB Negeri Jembrana, ada empat kategori anak berkebutuhan khusus yaitu tuna netra (A), tuna rungu (B), tuna grahita (C), dan tuna grahita I (CI).

Murid Tunagrahita sedang belajar menulis
Sebelum lanjut, perlu ditengok ke belakang bahwa dulu sejak 1 Juli 1983, di lahan seluas 25 are di Jalan Sedap Malam, Kelurahan Baler Bale Agung, Negara hanya berdiri sekolah dasar luar biasa (SDLB) Negeri Jembrana saja. Namun seiring dengan munculnya program wajib belajar sembilan tahun, maka berdasarkan SK GUBERNUR 832/8804/BKD tanggal 15 Januari 2010, sekolah tersebut mengalami pemekaran menjadi tiga jenjang yakni SDLB, SMPLB, dan SMALB dalam satu atap. Tiga nama jenjang tersebut disatupadukan menjadi  sebuah nama yakni SLB Negeri Jembrana.


Di tingkat SDLB tercatat hanya 1 murid penyandang tuna netra, 15 murid tuna rungu, 30 murid tuna grahita, dan 25 murid tuna grahita I. Di tingkat SMPLB tercatat sebanyak 3 murid tuna rungu, 7 murid tuna grahita, dan 5 murid tuna grahita I. Di tingkat SMALB tercatat 3 murid yang masing-masing penyandang tuna rungu, tuna grahita, dan tuna grahita I. Dengan kata lain, jumlah seluruh murid di SLB Negeri Jembrana sebanyak 89 kepala. Pengklasifikasian ruang kelas murid disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan keterbatasan setiap peserta didik. Kemudian, jenjang pendidikan murid dikelompokkan berdasarkan usianya.

Jumlah murid sekolah luar biasa relatif kecil dari sekolah dasar pada umumnya. Namun belum tentu itu mencerminkan bahwa kebutuhan sarana dan prasarana telah terjangkau. Seperti yang terlihat, di sekolah tersebut hanya terdapat tujuh ruang kelas saja, namun dengan kondisi masing-masing ruang kelas disekat lagi oleh ketinggian setengah tembok atau tripleks. Jadi, SLB Negeri Jembrana dianggap memiliki 14 ruang kelas. Dalam satu ruangan, terdapat dua kelas, dua guru, dan dua kelompok belajar mengajar yang berlangsung secara bersamaan dengan penyajian materi pelajaran yang berbeda.

Masih berbicara soal ruang kelas. Kepala sekolah I Gde Wisnaya, S.Pd mengungkapkan bahwa SLB Negeri Jembrana masih kekurangan 40 ruang kelas dengan luas 4meter x 5meter. Luas tersebut idealnya menampung minimal 3 murid atau maksimal 5 murid dan satu pengajar (rasio 5 :1). Terkait hal tersebut, tahun 201I lalu pihak sekolah telah mengajukan tahapan pembangunan beberapa ruangan seperti ruang pertemuan, artikulasi, Lab.IPA, dan ruang komputer yang akan direalisasikan Dinas Provinsi Bali tahun 2012 ini. Sementara untuk penambahan ruang kelas akan diajukan pada tahun  berikutnya.

Selain itu, SLB Negeri Jembrana juga kekurangan tenaga pengajar. Saat ini, jumlah guru berstatus PNS sebanyak 11 orang, CPNS sebanyak 5 orang, dan 1 orang penjaga sekolah. Minimnya  jumlah guru tersebut masih menjadi sandungan kecil di sekolah ini, maka jam mengajar juga disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan kelasnya.
Kendati SLB Negeri Jembrana masih sangat membutuhkan perhatian serius dari pemerintah akibat kekurangan jumlah ruang kelas dan tenaga didik, bukan berarti menyurutkan semangat warga sekolahnya. Justru kepala sekolah telah berkomitmen untuk berupaya menutupi segala kekurangan yang ada dengan cara mengusulkan pembangunan beberapa ruangan seperti yang telah dipaparkan di atas.

Tak hanya memenuhi pembangunan ruang kelas, namun pengembangan keterampilan siswa di luar kurikulum KTSP juga menjadi target sekolah sesuai dengan bunyi misi sekolah pada butir kelima. Bakat murid ini tersalurkan dalam enam jenis ektrakurikuler atau pengembangan diri, yaitu menari, mejejahitan, marenda, mencuci, serta memahat. “Tujuannya adalah untuk mendidik anak-anak agar bisa mandiri kelak di tengah-tengah masyarakat dan melayani diri sendiri sesuai yang tertuang pada salah satu misi sekolah kami,”ujar I Gde Wisnaya. Lulusan dari sekolah luar biasa ini juga berhasil melahirkan pegawai negeri sipil. Yuli Astari


Kamis, 15 Maret 2012

SMK PARIWISATA TP 45 - NEGARA


 Kepala SMK Pariwisata TP 45, I Wayan Muliastra
Tanah - Halaman SMK pariwisata TP 45 Negara belum diperbaiki

SIAP LAHIRKAN SISWA SIAP KERJA DI INDUSTRI PARIWISATA

Hamparan rumput yang tumbuh di halaman sekolah dan sekitarnya tampak mulai meranggas. Sebagian halaman berwarna kuning kecoklatan, sebagiannya lagi berwarna coklat akibat timbunan tanah gembur yang direncakan akan dijadikan lahan lapangan bola basket. Aura setengah kegersangan yang mendominasi tersebut kiranya berpotensi mengendurkan gairah bagi setiap yang memandang. Lukisan itulah yang tampak ketika menginjakkan kaki di SMK Pariwisata TP 45 Negara.

Pemandangan lingkungan sekolah swasta yang berdiri di Jalan Merak, No.19 Negara tak sampai disitu saja, ada pemandangan lain yang tampak lebih mengharukan. Hal ini tercermin dari infrastruktur sekolah yang sebagian besar adalah bangunan kuno. Misalnya, plafond di beberapa ruangan kelas yang masih tersusun dari gedeg. Tak perlu diteropong dengan jeli, secara kasat mata pun mudah ditembak rupanya model gedung pun sangat klasik.

“Ya pemandangan di sekolah ini terasa kurang bergairah. Selain itu, bila ditinjau dari unsur fisik sekolah ini juga, kami akui sangat jauh ketinggalan. Model bangunan di sekolah ini pun masih seperti model tahun 1990-an. Tidak seperti sekolah lain pada umumnya saat ini, misalnya, masing-masing unit gedungnya terpisah. Tetapi lain adanya di sekolah ini, unit gedungnya tak terputus. Bahkan kami khawatir bila ada gempa, satu saja yang roboh mungkin semua bisa ambruk. Maklum saja, kondisi ini juga akibat dari jarangnya ada bantuan berupa rehabilitasi bangunan sekolah ini,”papar Dr. I Wayan Muliastra selaku kepala SMK Pariwisata TP 45 Negara.

Menurut Muliastra, sepanjang perjalanan dan pergerakan dunia pendidikan di sekolah yang dulunya berbandrol SMA TP 45 pada tahun 1972 atau yang populer di telinga masyarakat dengan sebutan Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata atau SMIP TP 45 mengatakan, bahwa sentuhan bantuan berupa rehabilitasi itu pernah ada hanya sekali pada tahun 2008 dan bantuan itu pun datangnya dari pemerintah pusat saja. Bagian yang direhabilitasi dititikberatkan hanya pada ruang kelas baru (RKB). Sementara sampai saat ini, katanya lagi, campur tangan soal bantuan rehabilitasi dari pihak pemerintah daerah justru tak ada sama sekali.

“Dulu saya pernah berbincang-bincang dengan pihak DPRD Kabupaten Jembrana soal terkait, namun kami selalu diarahkan untuk meminta bantuan kepada pemerintah provinsi atau pemerintah pusat. Pemkab Jembrana hanya merealisasikan bantuan berupa beasiswa tuntas wajib belajar dua belas tahun. Tahun ajaran 2010-2011 murid yang menerima beasiswa itu sebanyak 427 kepala masing-masing sebesar Rp 75.000,00. Karena ada peningkatan input murid pada tahun ajaran baru dengan total jumlah 464 kepala,  maka 37 murid baru tambahan dari jumlah sebelumnya itu akan mendapatkan beasiswa tersebut kemungkinan pada tahun 2012 mendatang. Beasiswa itu diterima pihak sekolah untuk honorer guru, operasional pendidikan dan menyokong kebutuhan sekolah lainnya. Sementara untuk menutupi kekurangan itu, kami juga mengusahakan melalui komite sekolah,”ujar kepala sekolah yang menjabat sejak tahun 2002 hingga detik ini.
Sekolah swasta tertua tingkat SMA/SMK/MA atau sederajat ini sempat mengecap masa kejayaannnya pada tahun 1983-1985 dengan jumlah 30 rombel. Hal inilah yang membuat prestisenya seketika melejit dan populer di kalangan masyarakat. Namun, masa keemasan tidak bertahan lama. Keadaan tersebut justru berbanding terbalik seiring mencuatnya tragedi Bom Bali II yang mempengaruhi denyut nadi sektor pariwisata Bali. Secara tidak langsung, maka implikasinya berdampak pula pada sekolah berbasis pariwisata yang mengakomodasikan perhotelan seperti SMK Pariwisata TP 45 Negara ini.

Namun hal itu jelas tidak membuat denyut nadi pendidikan di sekolah yang memiliki lahan seluas 53,30 are ini lumpuh. Terbukti, dengan motto kejuruan “SMK Bisa”, sekolah yang diasuh Yayasan Taman Pendidikan 45 ini mulai lagi menunjukkan taringnya. SMK Priwisata TP 45 ini mulai dilirik dan diminati kalangan masyarakat untuk menempuh studi khusus pengembangan ilmu pariwisata. Tahun ajaran ini tercatat 12 rombel dengan jumlah murid kelas X rata-rata mencapai 43-45 kepala, untuk kelas XI rata-rata berjumlah 36-39 kepala, dan kelas XII rata-rata dari 30-35 murid. Di sekolah yang terakreditasi B ini menthok pada satu jurusan saja yakni akomodasi perhotelan dengan enam jenis mata diklat, misalnya Reservasi, Resepcionis, Room Division, Loundry, dan lain sebagainya. Kemudian extra life skill yang dikembangkan mencakup Bahasa Korea, Bahasa Jepang, Tata Graha dan Tata Hidangan, Komputer, Bola Voly, Seni Tari, PIK-Remaja ( Pusat Informasi dan Konseling Remaja ) “TragiaTangar Tur Eling”, Seni budaya, Pesantian, Sispala dan English Study Club. Pun di dalam menjalin hubungan kerja sama di bidang pariwisata, sekolah ini sudah menggandeng empat hotel lokal Jembrana dan khusus untuk praktek kerja industri (PKL) difokuskan ke beberapa perhotelan di daerah Kuta, Bali.

Dengan permasalahan yang ada pada sekolah ini, tentu harapan akan senantiasa menjadi pacuan dalam penyelenggaraan pendidikan ke depan. Apalagi, jika didukung kuat oleh harmonisasi keluarga besar sekolah dan kinerja 30 tenaga didik, 3 Staf TU dan seorang tukang kebun, masyarakat, terlebih lagi pada pemerintah baik pemerintah daerah, provinsi, pusat dalam implementasinya. Upaya untuk membangun estetika lingkungan sekolah yang serasi, selaras, dan seimbang sehingga terwujud kualitas pendidikan yang sesuai harapan bangsa dan negara rupanya akan diperjuangkan segenap pihak sekolah.

“Saya sebagai kepala sekolah tidak tinggal diam. Saat ini saya berusaha lagi membuat rancangan atau sketsa soal bangunan sekolah yang akan diperbaharui dan akan segera kami ajukan ke pemerintah pusat. Mudah-mudahan disetujui dan direalisasikan sehingga kita semua bisa mewujudkan performance yang lebih baik dan menuju kualitas pendidikan yang lebih bermutu lagi. Benar-benar akan kami perjuangkan,” harapnya sambil menunjukkan contoh rancangan bangunan sekolah di ruang kerjanya.

Muliastra menambahkan, kendati gedung tidak bagus, namun semangat pengajar dan pelajar di sekolah itu tetap membara untuk menjadi sekolah yang terbaik. Adapun kekurangan dijadikan penyemangat untuk melahirkan kelebihan. Mereka bertekad, mempersembahkan yang terbaik kepada masyarakat. Out put atau siswa yang tamat dari SMK Pariwisata TP 45 merupakan siswa yang telah memiliki keterampilan. “Di tengah keterbatasan kami siap melahirkan alumnus yang siap diserap dunia kerja di industri pariwisata,”tandas Muliastra. Emagz / Yuli Astari




Selasa, 13 Maret 2012

SEKOLAH DASAR KATOLIK MARSUDIRINI NEGARA


Sr.M. Sylvana, Kepala SDK Masudirini
Murid bermain di Halaman SDK Masudirini

Harum di Kancah Internasional

Ketika Ekspresi tiba di depan SDK Marsudirini Negara tampak sebuah spanduk menggelayut di atas, tegak lurus dengan pintu gerbang sekolah. Dalam spanduk itu terpampang jelas sosok Gian Cordana Sanjaya bersama Sr. M. Sylviana, OSF Dalam spanduk itu juga tertulis kalimat “Selamat Datang Gian Cordana Sanjaya / Profeciat atas Prestasi Lomba Matematika (IMC) Tingkat Internasional dan Asean / Peraih Medali Emas”.

Spanduk itu terbentang menandakan SDK Marsudirini Negara menorehkan prestasi gemilang. Di kancah Internasional, SDK Marsudirini Negara telah berhasil mengantarkan anak didiknya mendulang medali emas dalam dua ajang sekaligus pada kategori Sekolah Dasar. Dua ajang tersebut bernama International Mathematics Competition (IMC) tingkat dunia dan International Mathematic Contest (IMC) tingkat ASEAN pada Juli 2011 lalu. Atas prestasi luar biasa yang diraih salah satu siswa SDK Marsudirini ini bisa jadi merupakan tahun emas bagi keluarga besar SDK Marsudirini.


Tentu saja beberapa prestasi yang dipaparkan di atas dapat mendongkrak popularitas serta prestise sekolah dasar milik Yayasan Marsudirini Pusat yang berpredikat SSN dan terakreditasi A ini. Sejak berdiri pada tahun 1995 hingga kini, sekolah dasar yang dikepalai oleh Sr. M. Sylviana selaku Kepala SDK Marsudirini masih memiliki daya pikat bagi murid TK di Jembrana yang hendak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Suster Sylviana mengatakan bahwa di tahun ajaran baru 2011/2012 ini SDK Marsudirini menginput sebanyak 45 murid dari kelas I baru.

Sekolah yang telah mengembangkan pelajaran komputer atau TIK sejak tahun 2008 ini dikatakan memang ketat di dalam menegakkan etos disiplin waktu. Misalnya saja, siswa yang terlambat ke sekolah, maka harus siap dengan konsekuensi dipulangkan dari sekolah. Walaupun murid datang pada saat murid lainnya sudah berbaris mau masuk ke kelas masing-masing, maka tetap tidak diizinkan masuk ke sekolah. Pintu gerbang sekolah pun ditutup jam 06.50 wita. Di sampig itu, manakala siswa tiba di pintu gerbang, selalu membiasakan diri dengan menerapkan budaya salam hormat terhadap guru yang hendak berjaga di dekat pintu gerbang masuk. Begitu pula terhadap 11 guru berstatus non PNS lainnya dan seorang Staff Tata Usaha.

“Sesungguhnya proses pembelajaran itu dimulai ketika para murid memasuki pintu gerbang sekolah. Ketika murid memberi salam pada kami ataupun sebaliknya, itu pun sudah belajar namanya. Jika murid sekolah dasar pada umumnya selalu menunduk ketika bertemu dengan gurunya, tetapi kami tidak demikian. Justru rangkulan, saling sapa, dan saling menjalin berkomunikasi yang baik dengan murid itulah yang selalu kami biasakan, sebagaimana layaknya seperti hubungan orang tua dan anaknya sendiri di rumah. Kita berbaur di sini. Sehingga kami sebagai guru sudah tahu betul bagaimana kondisi anak-anak begitu datang ke sekolah. Apakah ada masalah di rumahnya atau tidak dan siap atau tidakkah menerima pelajaran nanti, itu kami sudah bisa prediksi sebelumnya. Pembelajaran yang dimulai pukul 07.00 wita itu pun senantiasa didahului dengan mencongak selama lima menit sebelum menuju pada pelajaran pokok di hari itu.,”jelas kepala SDK Marsudirini yang sering disapa Suster Sylviana.

Suster Sylviana juga menceritakan tentang pengalaman unik terkait ketatnya disiplin  di sekolah yang dipimpinnya. Dikatakannya ada beberapa pihak mengeluhkan tentang sistem pembelajaran yang dirasakan melampaui batas kemampuan beberapa anak didik. “Ada pengalaman yang lucu di sekolah ini. Dulu tahun 2008, ada salah satu pindahan dari sekolah dasar negeri yang bersekolah di SDK Marsudirni. Tetapi, dalam waktu dua minggu, anak tersebut itu merasa tidak kuat menerima pelajaran di sini apalagi pada aktivitas mencongak, akhirnya ia menyerah dan memilih untuk keluar dari sekolah hingga kembali bersekolah di sekolah negeri lainnya. Awalnya saya menjadi kepala sekolah di sini memang terasa berat ya karena selalu saja ada keluhan dari pihak tertentu. Hal yang paling sering dikeluhkan adalah soal ketetatan sistem belajar di sekolah ini,”ceritanya.

Tetapi, Suster Sylviana tetap berusaha mencari jalan keluar dan meluruskan bahwa SDK Marsudirini memang ketat adanya. “Dan kami selalu berusaha mengatasi masalah tersebut dengan rasa persaudaraan. Karena motto kami kan melayani atas dasar persaudaraandan sampai saat ini belum ada lagi yang mengeluh soal itu,”kenangnya. Emagz / Yuli Astari



SMP SWASTIKA KARYA – NEGARA


Dibantu Dermawan California

SMP Swastika Karya merupakan sekolah swasta tertua di Jembrana. Berdiri sejak 1962, sekolah yang dipimpin Dra. Sudarijah berjuang keras mengukir prestise terbaik sebagai upaya menyejajarkan diri dengan sekolah negeri lainnya. ”Kami akui, prestise sekolah kami di mata masyarakat masih jauh dibawah dibandingkan dengan sekolah negeri yang bergelar SSN atau pun SBI. Tetapi, kalau dibandingkan dengan sekolah swasta lainnya di Jembrana, anima jumlah murid SMP Swastika karya ini terbesar, mencapai 223 kepala untuk tahun ajaran baru ini,”ungkap kepala sekolah Dra. Sudarijah ketika disambangi media ini di
Saat Ekspresi mampir,  Sabtu, 27 Agustus lalu, sekolah yang berlokasi di Jalan Rajawali No. 3 Lingkungan Satria, Kelurahan Pendem, Negara tengah menerima tamu istimewa. Ada dermawan remaja San Jose, California, USA Ni Putu Dewi Ayu Vanessa Subana ditemani neneknya Tina Subana menyerahkan bantuan sosial berupa uang tunai Rp 7,5 juta plus bonus sebuah sepeda gayung.

Dana itu dihibahkan kepada 23 murid yatim-piatu, 20 murid piatu, dan 20 murid yatim yang masing-masing mendapatkan sebesar Rp.100.000,00. Dua siswa yang kurang mampu di sekolah itu juga diberikan beasiswa selama satu tahun, masing-masing dengan nilai Rp. 600.000. Salah satu diantara murid yang kurang mampu tersebut bernama I Putu Adi Sanjaya diberikan bonus sepeda gayung guna meringankan bebannya ketika pulang pergi sekolah lantaran mengidap sakit jantung (jantung bocor).

”Berapa pun besarnya bansos yan g diberikan kepada keluarga besar SMP Swastika Karya, saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Bantuan ini jarang sekali ada, apalagi dari pihak luar negeri. Tentu kami bersyukur. Dan apa yang akan kami dapatkan semoga berguna berguna untuk masa depan pedidikan anak didik kami di masa mendatang”, ungkap Kasek Sudarijah.

SMP Swastika Karya pada tahun ajaran ini menginput sebanyak dua rombongan belajar (rombel) untuk kelas VII, menurun jumlahnya dengan tahun lalu yang mencapai tiga rombel. Krisis perhatian dari masyarakat menjadi beban berat yang harus ditopang SMP Swastika Karya. Bagaimana tidak, sekolah ini terlanjur dipandang sebelah mata. Mereka menganggap SMP Swastika Karya hanya dihuni ”siswa buangan” yang tidak diterima di sekolah negeri. Tapi tentunya, ini tidak membuat SMP Swastika Karya berkecil hati. Semangat juang anak didik, kinerja guru, prestasi serta meningkatkan mutu pendidikan di bidang akademik dan non akademik masih berkibar di sekolah yang berdiri di atas lahan seluas 3150. Prestasinya antara lain, meraih juara 3 lomba rindik tingkat provinsi tahun 2009, juara I TIK se-Kabupaten Jembrana tahun 2009, hingga beberapa kali meraih juara pada lomba PMR. Bahkan beberapa siswanya merupakan atlet yang pernah bersaing di tingkat nasional. emagz / Yuli Astari

SMKN NEGERI 1 NEGARA


Pertahankan RSBI
dengan Efisiensi dan Efektivitas Sumber Dana Sekolah

Tidak hanya SMK 2 Sukawati, SMK 1 Semarapura, dan SMAN 1 Tabanan yang tercatat dalam jajaran RSBI untuk kategori SMA/MA/SMK di Provinsi Bali, tetapi ada satu sekolah lagi yang berstatus sama. Sekolah itu bernama SMK Negeri 1 Negara. Sekolah yang dulunya berbandrol SMEA Negeri  1 Negara ini berlokasi di Kelurahan Baler Bale Agung, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana. Nah, bagaimana sesungguhnya SMK yang berpredikat sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf International di Bumi Makepung itu?

Jika kita melihat SMKN 1 Negara sepintas dari sisi depan saja, maka kita akan mengira sekolah itu sempit adanya. Namun tidak pada kenyataannya, halaman belakang masih luas hingga membentang ke arah utara. Luas lahan seluruhnya mencapai 10080m2. Sebagai sekolah yang berstatus RSBI sejak empat tahun silam, tidak cukup hanya dipandang dari luas lahan yang sesuai dengan peruntukannya saja, namun ada delapan standar lain yang mengikatnya. Misalnya, seperti standar isi, standar kompetensi kelulusan, standar sarana prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan lain sebagainya. Pluss memiliki kerjasama dengan sekolah internasional.  

Soal kerjasama, tentu saja sekolah yang dikepalai oleh I Putu Wardana dan Drs. Ida Bagus Putu Siwa sebagai wakil kepala sekolah di tahun ajaran baru 2011/2012 ini telah menggandeng Gandi International School di Jakarta. Pembelajarannya pun dengan  basis ICT atau TIK sebagai pendukung utama dan mengintegrasikan nilai budaya dan karakter bangsa pada semua pelajaran. Seperti RSBI lainnya, sekolah yang saat ini  terbagi menjadi 22 rombongan belajar, 45 guru berstatus PNS, dan 10 Staf TU juga menerapkan proses pembelajaran komunikasi dengan bilingual dan sistem belajar SCL atau Student Center Learning. Selain Gandi Internasional School, pihak sekolah juga telah melakukan survei ke Thailand beberapa waktu yang lalu dan akan melakukan survei pula ke London pada Oktober 2011 mendatang guna mencari sekolah mana yang pantas dijadikan pedoman dalam misi meningkatkan kualitas pendidikan sekolah yang berdiri sejak 2 Agustus 1972 ini.

Sekolah yang diberikan beban menjalin interaksi dengan sekolah internasional tentu saja mengakibatkan biaya operasional terkait kian membengkak dari sebelumnya. Dalam hal ini, tentu saja pemerintah pusat, provinsi, dan pemerintah daerah tidak melepaskan tanggungjawabnya. Jika sumber biaya dari pihak tersebut tidak mencukupi dan untuk menyokong segala program sekolah, maka sekolah berstatus RSBI diperbolehkan menggali dana tambahan dengan syarat pungutan yang bersifat proporsional atau wajar saja. Namun, ada hal yang rupanya masih menjadi sandungan pihak SMKN 1 Negara dalam  pemungutan biaya pada orangtua atau wali murid.

“Pihak sekolah sama sekali belum pernah melakukan pungutan biaya tersebut kepada orang tua / wali murid. Sebab, pungutan itu kan larangan dari Pemkab Jembrana sendiri. Sampai saat ini juga kami tidak mau menyelewengkan aturan pendidikan yang telah digariskan Pemkab Jembrana, walaupun sesungguhnya kami masih sangat membutuhkan suntikan dana tambahan untuk penyelenggaraan pendidikan di SMKN 1 Negara ini. Apalagi, setelah berstatus RSBI, mau tidak mau kami harus melakukan studi banding dengan sekolah-sekolah lain di luar negeri dan biayanya itu pun tidak sedikit. Pemkab hanya memperbolehkan kami menerima sumbangan secara sukarela dari pihak orang tua / wali murid. Walaupun demikian adanya, kami tetap berusaha berjuang dalam menjaga efisiensi dan efektivitas terhadap dana yang digelontorkan dari pemerintah pusat,” ungkap Drs. Ida Bagus Putu Siwa.

Putu Siwa menambahkan bahwa SMKN 1 Negara yang membuka tiga jurusan yang meliputi Jurusan Akuntansi, Penjualan, dan Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) ini diberikan dana rutin setiap tahunnya sebesar 100 juta rupiah dari pemerintah pusat. Katanya, tahun ini, 50 juta itu telah diperuntukkan untuk memenuhi kelengkapan Laboratorium Bahasa, 30juta untuk membiayai keperluan selama melangsungkan survei atau studi banding ke luar negeri, 15 juta untuk pembinaan ISO dan 5 juta untuk keperluan media belajar murid. Sementara bantuan dana dari Pemerintah Provinsi hanya 50 persen, dari Pemerintah Kabupaten hanya memberikan 20 persen, dan sisanya diupayakan melalui komite sekolah.

“Selama perjalanan, belum ada kendala yang krusial dalam bidang mana pun termasuk dalam pengendalian dana. Sepanjang kami bisa, kami berupaya selalu menjaga efisiensi dan efektivitas sumber dana sekolah. Minimal untuk mempertahankan citra SMKN sebagai sekolah berstatus RSBI. Apalagi mengingat tahun ajaran baru ini animo murid yang masuk ke SMKN 1 Negara kan jumlahnya meningkat.Tahun ini kelas X baru ada 10 rombel dan 360 murid. Tentu saja kami merasa bangga, karena kami kira masyarakat percaya penuh pada sekolah kami. Selain itu kami berharap partisipasi dari masyarakat. Kalau dukungan dari masyarakat besar serta program SCL, Panhership dan MOU dengan pihak sekolah luar negeri terpenuhi, maka status SBI dengan mudah kita raih,”terangnya kembali.

Efisiensi dan efektivitas dalam pengendalian sumber dana sekolah RSBI ini rupanya merupakan kunci yang utama di dalam menjalankan program-program pendidikan di sekolah yang dipercaya mewakili Jembrana dalam lomba Wawasan Wiyata Mandala (WWM) ini pada September 2011 ini nanti. Program-program tersebut tentu berlandaskan sesuai visi sekolahnya, yakni menetapkan tenaga kerja tingkat menengah untuk mengisi kebutuhan pembangunan menghadapi era globalisasi serta misi sekolah yakni menghasilkan tamatan yang memiliki kemampuan dan sikap kerja sesuai dengan tuntutan lapangan kerja, mampu mandiri, mampu mengembangkan kualitas dirinya secara berkelanjutan.Emagz / Yuli Astari

Jumat, 02 Maret 2012

SD NEGERI 1 DANGIN TUKADAYA - JEMBRANA

SD NEGERI 1 DANGIN TUKADAYA - JEMBRANA

MENGOPTIMALKAN ESTETIKA LINGKUNGAN DAN MEMUPUK KEDISIPLINAN MURID

Ada sebuah pohon besar yang menghalangi pandangan saat menuju gerbang SD Negeri 1 Dangin Tukadaya. Seketika saya berhenti. Praktis melintas pikiran, jika keberadaan pohon besar di lingkungan sekolah tersebut menyimpan hal-hal berbau mistis. Tapi sudahlah, toh saya tak hendak mengupas lebih dalam tentang pohon itu.

Pohon besar berdiameter sekitar 40 centimeter itu nyaris menutupi wajah depan sekolah inti. Bahkan untuk melihat pemandangan sekolah secara keseluruhan pun perlu berada pada posisi di balik pohon, sumber oksigen di siang hari itu.

Pohon besar di lingkungan sekolah yang berdiri sejak 1 Januari 1954 ini tidaklah bisa dilepaskan dari upaya pelestarian yang giat dilakukan pihak sekolah. Dalam hal ini, upaya tersebut tampak berjalan sesuai harapan sejalan dengan program 7 K sebagai tolok ukur. 7 K merupakan cakupan dari keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan, kerindangan, dan kesehatan, yang dijadikan acuan pula oleh sekolah-sekolah lainnya. Bahkan, sebutan 7 K mengalami perkembangan. Ada sekolah yang mengklaim dengan sebutan 8 K, atau 9 K.

Demikian sekelumit cerita tentang sebuah pohon besar yang memberi nafas dan menjadi bagian penting dalam sejarah pendidikan di sekolah seluas 28 are ini. Tak hanya soal pohon besar, batu-batu kecil (kerokol) juga menyimpan kisah tersendiri bagi sekolah ini.

“Beberapa waktu yang lalu, sisi halaman depan ini penuh kerokol. Saat hujan lebat turun, air hujan tidak meresap cepat ke dalam tanah. Di samping itu belum ada saluran air sehingga air hujan itu tersumbat. Tapi sekarang sudah berbeda. Kami (pihak sekolah –red) sudah membuat selokan kecil di sekitar ini agar air hujan bisa mengalir dengan lancar,” ujar Kepala Sekolah Ketut Soma, S.Pd., sembari menunjukkan halaman depan kantor kepala sekolah, daerah yang seringkali menjadi pusat genangan air hujan.

Di dalam mewujudkan estetika lingkungan, ada beberapa bagian sisi halaman yang perlu ditata. Tentu hal ini mengundang pertanyaan mengingat kondisi lingkungan sekolah terlihat telah cukup asri dan tertata sedemikian rapi.

“Sekolah ini sering dimanfaatkan untuk lokasi penyelenggaraan berbagai macam perlombaan akademik maupun non akademik, pertemuan atau meeting oleh beberapa instansi tertentu, pemerintah daerah, bahkan juga dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pendidikan oleh salah satu universitas. Karena itu, tentu kondisi lingkungan perlu diprioritaskan, disamping kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hal itu bukan semata-mata untuk memberikan rasa nyaman para tamu yang bertandang kemari, tetapi juga untuk menjaga prestise sekolah. Karena itu sesegera mungkin kami akan mengadakan penataan kembali. Seperti yang pernah dilakukan sebelumnya, komite sekolah juga sudah disertakan dalam kerja sama penataan lingkungan,” jelas Soma yang mulai menjabat sebagai kepala sekolah per tanggal 1 April 2008.

Meski sekolah tersebut sering dimanfaatkan untuk kegiatan di luar kepentingan sekolah, Soma menjamin hal tersebut tidak akan mengganggu kegiatan belajar mengajar. Pasalnya, kegiatan tersebut berlangsung sore hari, kecuali untuk pengadaan berbagai macam perlombaan.

Disinggung mengenai tahun ajaran baru 2011 ini, pihaknya tak mengambil pusing dengan jumlah input siswa baru di sekolah tersebut. Prediksi jumlah siswa baru di sekolah tersebut pun dapat diterka. Hampir dapat dipastikan, seluruh anak didik di TK Cita Karya Jembrana akan melanjutkan sekolah di SD Negeri 1 Dangin Tukadaya, mengingat keduanya memang berada dalam satu halaman.

Sekolah dasar yang terakreditasi dengan nilai B ini disambangi siswa-siswi yang berdomisili di Banjar Dangin Tukadaya, Sebual, Pangkung Gondang, dan beberapa siswa yang berasal dari perbatasan Desa Sangkaragung.

Dengan jumlah enam guru berstatus PNS, satu guru olah raga, dan satu staff tata usaha, mereka bersama-sama ingin menumbuhkembangkan perilaku disiplin para murid agar apa yang dipercaya dan menjadi harapan pemerintah terhadap keberadaan sekolah ini menjadi tetap ajeg. “Kami harap para siswa lebih disiplin dalam berperilaku dimana saja berada, termasuk ketika ada para tamu dari luar sekolah yang hadir ke sekolah ini,” pungkasnya.balibicara / yuli astari

SD NEGERI 3 DAUHWARU - NEGARA




BELUM MEMILIKI SERTIFIKAT TANAH & MENEKAN JUMLAH INPUT SISWA BARU

Ramai dan sesak. Suasana itulah yang terlihat ketika acara perpisahan dan kenaikan kelas berlangsung, Kamis (10/6). Di dua ruang kelas yang disulap sebagai aula SD Negeri 3 Dauhwaru, gema irama tabuh yang khas dari salah satu tarian Bali dalam pembukaan acara itu memukau para penontonnya. Hal itu terbaca dari antusiasme mereka yang terdiri dari segala usia. Mata mereka dibidikkan ke arah para penari cilik yang gemulai meliukkan tubuh seirama tabuh Tari Puspanjali di atas panggung.

Itulah salah satu ritual tahunan yang selalu diselenggarakan keluarga besar SD Negeri 3 Dauhwaru. Beragam seni budaya, baik seni tari tradisional maupun modern serta apresiasi karya sastra seperti pembacaan puisi dan lain sebagainya, tak pernah luput mewarnai geliat pendidikan yang masih bernafas hingga kini. Hanya saja, dalam momen seperti inilah baru dapat disimpulkan seberapa besar antusias dan sumbangsih masyarakat sekitar.

“Penyelenggaraan acara perpisahan dan kenaikan kelas ini berjalan atas dukungan orang tua siswa di sini. Mulai dari perlengkapan hingga hiburan yang ditampilkan, sebagian besar disokong orang tua siswa. Baik dari pembiayaan perlengkapan kostum penari hingga tenaga, rela terkuras demi penciptaan sebuah tari kreasi untuk dipentaskan dalam acara ini. Disinilah letak harmonisasi relasi antara pihak sekolah dan para orang tua siswa,” tutur I Wayan Sukayasa, S.Pd., kepala SD Negeri 3 Dauh Waru yang kelima membuka percakapannya dengan Bali Bicara seiring berlangsungnya acara.

Kendati gamelan tabuh penari melantun dari sebuah kaset dengan volume cukup keras menghalau perbincangan kami, namun hal itu tak menyurutkan antusias kepala sekolah untuk bertutur lebih lanjut tentang sekolah yang dipimpinnya. Meski terdengar serupa bisikan.

Sempit tapi memadai
Dalam beberapa kesempatan berkunjung ke SD Negeri 3 Dauhwaru, sekolah itu kini terkesan sempit. Ini disebabkan penambahan satu unit gedung di sisi selatan. Meski demikian, penataan ruang demi ruang sekolah terlihat teratur dengan mengedepankan etika dan estetika lingkungan.

Sejak awal, sekolah yang awalnya bernama SD Negeri 4 Jembrana dan berdiri sejak 1 Agustus 1964 ini belum memiliki sertifikat tanah. Menurut Sukayasa, lahan yang dimanfaatkan sebagai gedung sekolah itu tidak ada yang memiliki. Itu berarti, lahan seluas 15 are ini adalah tanah bebas. “Saya sudah konfirmasikan pada pihak yang membidangi sertifikat tanah. Namun sampai sekarang belum ada respon. Tentu ini tetap saya usahakan,” pungkas kepala sekolah yang menjabat belum lama ini.

Kendati medan sekolah tergolong standar seperti sekolah dasar pada umumnya, namun dalam hal kelengkapan ruangan sekolah ini tidaklah termasuk dalam kategori kurang lengkap. Boleh dikata ruangan sekolah ini cukup memadai. Ini dapat dibuktikan dengan adanya kantor kepala sekolah, ruang guru, enam ruang kelas, perpustakaan, toilet, dapur, ruang UKS, dan ruang multimedia. Dibandingkan sekolah dasar lainnya, menurut Sukayasa, SD Negeri 3 Dauhwaru merupakan sekolah dasar pertama yang dilengkapi ruang UKS di Jembrana. Begitu pula dengan ruang multimedia yang belum dimiliki sebagian besar sekolah dasar di Jembrana.

Atas dedikasi Sukayasa, sekolah ini memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Pada 2006, sekolah mendapatkan bantuan dari Komisi 10 DPR RI senilai puluhan juta rupiah yang difungsikan sesuai peruntukannya. Kemudian pada 2007, sekolah tersebut juga mendapat dana bantuan untuk peningkatan mutu yang berasal dari APBN Perubahan. Dengan aliran dana itu peningkatan mutu semakin dikukuhkan. Alhasil, SD Negeri 3 Dauhwaru sempat dipercaya mewakili Kabupaten Jembrana dalam kategori sekolah maju pada tahun 2007/2008. Bahkan, sekolah ini pun meraih gelar terbaik se Provinsi Bali dari segi pemeliharan bangunan sekolah (design bangunan sekolah).

Tak hanya prestasi itu saja, pihak sekolah juga berhasil membesut para siswanya untuk mengharumkan nama sekolah. Prestasi yang berhasil dibukukan pada tahun ajaran 2009/2010 ini antara lain sebagai juara pertama dalam lomba olimpiade IPA tingkat kabupaten, juara pertama juga dalam Olimpiade Matematika, serta juara pertama dalam lomba siswa teladan tingkat Kabupaten Jembrana.

Di sisi lain, dalam sambutannya, Sukayasa menginformasikan bahwa untuk tahun ajaran 2010/2011, SD Negeri 3 Dauhwaru hanya menerima siswa baru untuk kelas satu sebanyak 34 siswa atau cukup hanya satu kelas saja. Kondisi ini berbeda dengan tahun ajaran sebelumnya dimana sekolah tersebut mampu menerima 66 orang siswa atau sebanyak dua kelas. Kebijakan tersebut merupakan antisipasi berkurangnya jumlah guru kelas.

“Karena tahun ini salah satu guru kelas diangkat jadi kepala sekolah di sekolah lain, kami terpaksa mengurangi jumlah siswa baru pada tahun ajaran baru 2010/2011. Jadi sekarang hanya tinggal lima guru kelas berstatus PNS, tiga guru bidang, seorang kepala sekolah, ditambah satu pegawai TU,” terangnya.

Di tahun ajaran 2009/2010, 4 persen dari 189 siswa SD Negeri 3 Dauhwaru tidak naik kelas. Persentase tersebut menunjukkan terjadi penurunan angka tidak naik kelas sebesar 1 persen dari tahun ajaran sebelumnya. Hal itu tak sebanding dengan tingkat kelulusan siswa kelas VI tahun ini yang telah mencapai target 100 persen.

“Sekitar 14 siswa kelas VI telah lolos dalam penerimaan peserta didik baru di salah satu sekolah menengah pertama terfavorit di Jembrana. Sementara siswa lainnya, menyebar ke beberapa sekolah negeri lain di Jembrana,” tukas Sukayasa.

Sementara di panggung, para penari usai sudah menghaturkan persembahannya. Riuh rendah suara dan aksi para penonton pun perlahan mereda. Senyap. Ruangan pun tampak lenggang. Usai sudah perayaan yang mereka lakukan, sebagai luapan kegembiraan atas pencapaian demi pencapaian yang diraih.yuli astari/balibicara