Selasa, 13 Maret 2012

SEKOLAH DASAR KATOLIK MARSUDIRINI NEGARA


Sr.M. Sylvana, Kepala SDK Masudirini
Murid bermain di Halaman SDK Masudirini

Harum di Kancah Internasional

Ketika Ekspresi tiba di depan SDK Marsudirini Negara tampak sebuah spanduk menggelayut di atas, tegak lurus dengan pintu gerbang sekolah. Dalam spanduk itu terpampang jelas sosok Gian Cordana Sanjaya bersama Sr. M. Sylviana, OSF Dalam spanduk itu juga tertulis kalimat “Selamat Datang Gian Cordana Sanjaya / Profeciat atas Prestasi Lomba Matematika (IMC) Tingkat Internasional dan Asean / Peraih Medali Emas”.

Spanduk itu terbentang menandakan SDK Marsudirini Negara menorehkan prestasi gemilang. Di kancah Internasional, SDK Marsudirini Negara telah berhasil mengantarkan anak didiknya mendulang medali emas dalam dua ajang sekaligus pada kategori Sekolah Dasar. Dua ajang tersebut bernama International Mathematics Competition (IMC) tingkat dunia dan International Mathematic Contest (IMC) tingkat ASEAN pada Juli 2011 lalu. Atas prestasi luar biasa yang diraih salah satu siswa SDK Marsudirini ini bisa jadi merupakan tahun emas bagi keluarga besar SDK Marsudirini.


Tentu saja beberapa prestasi yang dipaparkan di atas dapat mendongkrak popularitas serta prestise sekolah dasar milik Yayasan Marsudirini Pusat yang berpredikat SSN dan terakreditasi A ini. Sejak berdiri pada tahun 1995 hingga kini, sekolah dasar yang dikepalai oleh Sr. M. Sylviana selaku Kepala SDK Marsudirini masih memiliki daya pikat bagi murid TK di Jembrana yang hendak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Suster Sylviana mengatakan bahwa di tahun ajaran baru 2011/2012 ini SDK Marsudirini menginput sebanyak 45 murid dari kelas I baru.

Sekolah yang telah mengembangkan pelajaran komputer atau TIK sejak tahun 2008 ini dikatakan memang ketat di dalam menegakkan etos disiplin waktu. Misalnya saja, siswa yang terlambat ke sekolah, maka harus siap dengan konsekuensi dipulangkan dari sekolah. Walaupun murid datang pada saat murid lainnya sudah berbaris mau masuk ke kelas masing-masing, maka tetap tidak diizinkan masuk ke sekolah. Pintu gerbang sekolah pun ditutup jam 06.50 wita. Di sampig itu, manakala siswa tiba di pintu gerbang, selalu membiasakan diri dengan menerapkan budaya salam hormat terhadap guru yang hendak berjaga di dekat pintu gerbang masuk. Begitu pula terhadap 11 guru berstatus non PNS lainnya dan seorang Staff Tata Usaha.

“Sesungguhnya proses pembelajaran itu dimulai ketika para murid memasuki pintu gerbang sekolah. Ketika murid memberi salam pada kami ataupun sebaliknya, itu pun sudah belajar namanya. Jika murid sekolah dasar pada umumnya selalu menunduk ketika bertemu dengan gurunya, tetapi kami tidak demikian. Justru rangkulan, saling sapa, dan saling menjalin berkomunikasi yang baik dengan murid itulah yang selalu kami biasakan, sebagaimana layaknya seperti hubungan orang tua dan anaknya sendiri di rumah. Kita berbaur di sini. Sehingga kami sebagai guru sudah tahu betul bagaimana kondisi anak-anak begitu datang ke sekolah. Apakah ada masalah di rumahnya atau tidak dan siap atau tidakkah menerima pelajaran nanti, itu kami sudah bisa prediksi sebelumnya. Pembelajaran yang dimulai pukul 07.00 wita itu pun senantiasa didahului dengan mencongak selama lima menit sebelum menuju pada pelajaran pokok di hari itu.,”jelas kepala SDK Marsudirini yang sering disapa Suster Sylviana.

Suster Sylviana juga menceritakan tentang pengalaman unik terkait ketatnya disiplin  di sekolah yang dipimpinnya. Dikatakannya ada beberapa pihak mengeluhkan tentang sistem pembelajaran yang dirasakan melampaui batas kemampuan beberapa anak didik. “Ada pengalaman yang lucu di sekolah ini. Dulu tahun 2008, ada salah satu pindahan dari sekolah dasar negeri yang bersekolah di SDK Marsudirni. Tetapi, dalam waktu dua minggu, anak tersebut itu merasa tidak kuat menerima pelajaran di sini apalagi pada aktivitas mencongak, akhirnya ia menyerah dan memilih untuk keluar dari sekolah hingga kembali bersekolah di sekolah negeri lainnya. Awalnya saya menjadi kepala sekolah di sini memang terasa berat ya karena selalu saja ada keluhan dari pihak tertentu. Hal yang paling sering dikeluhkan adalah soal ketetatan sistem belajar di sekolah ini,”ceritanya.

Tetapi, Suster Sylviana tetap berusaha mencari jalan keluar dan meluruskan bahwa SDK Marsudirini memang ketat adanya. “Dan kami selalu berusaha mengatasi masalah tersebut dengan rasa persaudaraan. Karena motto kami kan melayani atas dasar persaudaraandan sampai saat ini belum ada lagi yang mengeluh soal itu,”kenangnya. Emagz / Yuli Astari



Tidak ada komentar:

Posting Komentar