Kepala SMK Pariwisata TP 45, I Wayan Muliastra |
Tanah - Halaman SMK pariwisata TP 45 Negara belum diperbaiki |
SIAP LAHIRKAN SISWA SIAP KERJA DI INDUSTRI PARIWISATA
Hamparan
rumput yang tumbuh di halaman sekolah dan sekitarnya tampak mulai meranggas.
Sebagian halaman berwarna kuning kecoklatan, sebagiannya lagi berwarna coklat
akibat timbunan tanah gembur yang direncakan akan dijadikan lahan lapangan bola
basket. Aura
setengah kegersangan yang mendominasi tersebut kiranya berpotensi mengendurkan
gairah bagi setiap yang memandang. Lukisan
itulah yang tampak ketika menginjakkan kaki di SMK Pariwisata TP 45 Negara.
Pemandangan
lingkungan sekolah swasta yang berdiri di Jalan Merak, No.19 Negara tak sampai
disitu saja, ada pemandangan lain yang tampak lebih mengharukan. Hal ini
tercermin dari infrastruktur sekolah yang sebagian besar adalah bangunan kuno. Misalnya,
plafond di beberapa ruangan kelas yang masih tersusun dari gedeg. Tak perlu diteropong
dengan jeli, secara kasat mata pun mudah ditembak rupanya model gedung pun sangat
klasik.
“Ya
pemandangan di sekolah ini terasa kurang bergairah. Selain itu, bila ditinjau
dari unsur fisik sekolah ini juga, kami akui sangat jauh ketinggalan. Model bangunan
di sekolah ini pun masih seperti model tahun 1990-an. Tidak seperti sekolah
lain pada umumnya saat ini, misalnya, masing-masing unit gedungnya terpisah.
Tetapi lain adanya di sekolah ini, unit gedungnya tak terputus. Bahkan kami
khawatir bila ada gempa, satu saja yang roboh mungkin semua bisa ambruk. Maklum
saja, kondisi ini juga akibat dari jarangnya ada bantuan berupa rehabilitasi
bangunan sekolah ini,”papar Dr. I Wayan Muliastra selaku kepala SMK Pariwisata
TP 45 Negara.
Menurut
Muliastra, sepanjang perjalanan dan pergerakan dunia pendidikan di sekolah yang
dulunya berbandrol SMA TP 45 pada tahun 1972 atau yang populer di telinga
masyarakat dengan sebutan Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata atau SMIP TP 45
mengatakan, bahwa sentuhan bantuan berupa rehabilitasi itu pernah ada hanya sekali
pada tahun 2008 dan bantuan itu pun datangnya dari pemerintah pusat saja. Bagian yang
direhabilitasi dititikberatkan hanya pada ruang kelas baru (RKB). Sementara sampai saat ini, katanya lagi, campur tangan
soal bantuan rehabilitasi dari pihak pemerintah daerah justru tak ada sama
sekali.
“Dulu
saya pernah berbincang-bincang dengan pihak DPRD Kabupaten Jembrana soal terkait,
namun kami selalu diarahkan untuk meminta bantuan kepada pemerintah provinsi
atau pemerintah pusat. Pemkab Jembrana hanya merealisasikan bantuan berupa
beasiswa tuntas wajib belajar dua belas tahun. Tahun ajaran 2010-2011 murid yang menerima beasiswa itu sebanyak 427
kepala masing-masing sebesar Rp 75.000,00. Karena ada peningkatan input murid
pada tahun ajaran baru dengan total jumlah 464 kepala, maka 37 murid baru tambahan dari jumlah
sebelumnya itu akan mendapatkan beasiswa tersebut kemungkinan pada tahun 2012
mendatang. Beasiswa itu diterima pihak sekolah untuk honorer guru, operasional
pendidikan dan menyokong kebutuhan sekolah lainnya. Sementara untuk menutupi
kekurangan itu, kami juga mengusahakan melalui komite sekolah,”ujar kepala
sekolah yang menjabat sejak tahun 2002 hingga detik ini.
Sekolah swasta tertua tingkat SMA/SMK/MA atau
sederajat ini sempat mengecap masa kejayaannnya pada tahun 1983-1985 dengan jumlah
30 rombel. Hal inilah yang membuat prestisenya
seketika melejit dan populer di kalangan masyarakat. Namun, masa keemasan tidak
bertahan lama. Keadaan tersebut justru berbanding terbalik seiring mencuatnya
tragedi Bom Bali II yang mempengaruhi denyut nadi sektor pariwisata Bali. Secara tidak langsung, maka implikasinya berdampak
pula pada sekolah berbasis pariwisata yang mengakomodasikan perhotelan seperti
SMK Pariwisata TP 45 Negara ini.
Namun hal itu jelas tidak membuat denyut nadi
pendidikan di sekolah yang memiliki lahan seluas 53,30 are ini lumpuh. Terbukti, dengan motto kejuruan “SMK Bisa”, sekolah
yang diasuh Yayasan Taman Pendidikan 45 ini mulai lagi menunjukkan taringnya.
SMK Priwisata TP 45 ini mulai dilirik dan diminati kalangan masyarakat untuk
menempuh studi khusus pengembangan ilmu pariwisata. Tahun ajaran ini tercatat
12 rombel dengan jumlah murid kelas X rata-rata mencapai 43-45 kepala, untuk kelas
XI rata-rata berjumlah 36-39 kepala, dan kelas XII rata-rata dari 30-35 murid.
Di sekolah yang terakreditasi B ini menthok pada satu jurusan saja yakni
akomodasi perhotelan dengan enam jenis mata diklat, misalnya Reservasi, Resepcionis,
Room Division, Loundry, dan lain sebagainya. Kemudian extra life skill yang
dikembangkan mencakup Bahasa Korea, Bahasa Jepang, Tata Graha dan Tata
Hidangan, Komputer, Bola Voly, Seni Tari, PIK-Remaja ( Pusat Informasi dan
Konseling Remaja ) “TragiaTangar Tur Eling”, Seni budaya, Pesantian, Sispala
dan English Study Club. Pun di dalam menjalin hubungan kerja sama di bidang
pariwisata, sekolah ini sudah menggandeng empat hotel lokal Jembrana dan khusus
untuk praktek kerja industri (PKL) difokuskan ke beberapa perhotelan di daerah
Kuta, Bali.
Dengan
permasalahan yang ada pada sekolah ini, tentu harapan akan senantiasa menjadi
pacuan dalam penyelenggaraan pendidikan ke depan. Apalagi, jika didukung kuat
oleh harmonisasi keluarga besar sekolah dan kinerja 30 tenaga didik, 3 Staf TU
dan seorang tukang kebun, masyarakat, terlebih lagi pada pemerintah baik
pemerintah daerah, provinsi, pusat dalam implementasinya. Upaya untuk membangun
estetika lingkungan sekolah yang serasi, selaras, dan seimbang sehingga
terwujud kualitas pendidikan yang sesuai harapan bangsa dan negara rupanya akan
diperjuangkan segenap pihak sekolah.
“Saya
sebagai kepala sekolah tidak tinggal diam. Saat ini saya berusaha lagi membuat rancangan
atau sketsa soal bangunan sekolah yang akan diperbaharui dan akan segera kami
ajukan ke pemerintah pusat. Mudah-mudahan disetujui dan direalisasikan sehingga
kita semua bisa mewujudkan performance yang lebih baik dan menuju kualitas
pendidikan yang lebih bermutu lagi. Benar-benar akan kami perjuangkan,”
harapnya sambil menunjukkan contoh rancangan bangunan sekolah di ruang kerjanya.
Muliastra menambahkan, kendati gedung tidak bagus,
namun semangat pengajar dan pelajar di sekolah itu tetap membara untuk menjadi
sekolah yang terbaik. Adapun kekurangan dijadikan penyemangat untuk melahirkan
kelebihan. Mereka bertekad, mempersembahkan yang terbaik kepada masyarakat. Out
put atau siswa yang tamat dari SMK Pariwisata TP 45 merupakan siswa yang telah
memiliki keterampilan. “Di tengah keterbatasan kami siap melahirkan alumnus
yang siap diserap dunia kerja di industri pariwisata,”tandas Muliastra. Emagz
/ Yuli Astari